Selasa, 03 Agustus 2010

segaram eh SERAGAM

Sekolahku punya motto, yaitu “Tampil Beda!!” tentu aja tampil beda dalam segala aspek, terutama pengajarannya ya. Tapi, kami juga ‘tampil beda’ dalam urusan segaram, lah, salah lagi, seragam maksudnya.
Jadi gini, sekolahku menetapkan peraturan, jadwal seragamnya kelas satu, dua dan tiga tidak sama. Contoh, kami setiap hari senin dan selasa pakai baju kotak-kotak (terutama yang cowoknya, diutamakan perut kotak-kotak!haha), kakak kelas dua pakai baju batik cokelat, yang senior kelas tiga pakai baju putih abu-abu.
Ah, nyusahin hidup aja sih. Kan udah kebiasaan ya di Indonesia tercinta ini, makhluk yang belajar di SMA pakai baju putih abu tiap senin. Lah, buat kami yang kelas satu, putih abu dipakai hari sabtu, pas weekend.
Menurutku sih ini membuat stratifikasi kelas. Tapi susahnya, kalau ada yang lupa hari. Misalnya anak kelas satu, karena udah kebiasaan, pake putih abu hari senin. Nah, dikira kelas tiga kan. Tapi bagus sih, bisa membedakan mana kelas satu, dua, tiga. Mungkin dimaksudkan untuk menghindarkan kami dari kejadian seperti yang dialami sobatku, si Vitrop.
Jadi waktu esempe kelas tiga, saya, vitrop, ciko sama songong, lagi berdiri-berdiri nggak ada kerjaan di depan kantor guru. Kemudain, salah satu bu guru memanggil vitrop. Vitrop pun mendekat.
“Eh, kamu kelas satu apa? Tolong ke kelas 2A, panggil ketua kelasnya. Cepet ya!”
Wak. Muka vitrop udah nggak jelas lagi gimana ekspresinya. Udah campur merah, biru, ungu, campur samsons sama changcuters deh. Keki berat lah ya, udah kelas tiga gene masih disangka kelas satu. Salahmu, kayak anak kecil sih! Dan sialnya, saya yang ada di dekatnya jadi korban. Dipukulin sepanjang jalan kenangan menuju kelas 2A.
“Huaa..masa’ dibilang kelas satu? Bu guru tega..tega..tega…” buk buk buk. Dia terus memukuliku. Untuk nggak kena.
“Udah, tenang aja. Dikira anak kelas satu, bukan berarti bukan anak kelas satu kan?”
“Huaa…enak aja. Tapi biarin deh. Itu kan artinya mukaku bebi fes (baby face)…” (mari muntah bersamaa…huekkk!!!”)
Dan kejadian yang sama terulang lagi. Tapi kali ini dilakukan oleh oknum adek kelas 2. Dalam perjalanan ke kantin yang berada di pojok sekolah, si adek kelas menyebut hormat kepada vitrop , “eh adek ee…hati-hati kah.”
Wiw. Sekali lagi vitrop keki berat.
Dan dengan peraturan seragam seperti ini, kejadian seperti vitrop tidak terulang lagi. Amin.

puasa niz

Puasa Niz
Berhubung bentar lagi puasa, saya mau posting sebuah cerpen karang-karangannya saya. Buat appetizer, biar nggak kaget lagi kalo tiba-tiba besok udah puasa.
Selamat menikmati!
=============================
Bulan Ramadhan, bulan penuh berkah.
Puasa-puasa gini kantin sekolah Niz jadi sepi. Anak-anak yang biasanya dengan semangat bergerombol di kantin, bergosip gila-gilaan dan makan-makan memenuhi permintaan pernghuni perut, hilang semua. Termasuk Niz yang kalau menurut catatan ibu kantin hobinya duduk di pojokan gelap sama teman-temannya. Terkadang Niz disitu buat ngintipin tikus yang suka numpang lewat sembarangan, menghilangkan selera makan.
Tapi sekarang beda. Namanya juga bulan puasa, selain puasa makan dan minum juga harus nahan nafsu buat ngomongin anak-anak basket yang bau keringet. Niz lebih memilih nongkrong di kelas, sambil sok rajin baca buku. Buku apa sodara-sodara? Buku komik hasil menjarah di rumah sepupunya. Tapi Niz tahun ini punya niat mulia sodara-sodara. Ia pengen berpuasa secara afdhol, tidak seperti tahun lalu yang emang sih nggak makan nggak minum, tapi ngegosip go terus. Jadi kali ini ia benar-benar tidak mau menuruti hawa nafsunya.
Suasana kelas pas istirahat pun lebih ramai dari biasanya. Penghuni kantin pulang kampung ke pos mereka di kelas masing-masing. Meski obrolan dibatasi, tidak lagi menggosip, kelas tetap saja ramai meskipun setengah penghuninya loyo dan lemas nyaris nggak punya semangat hidup. Yang masih semangat, mencoba melawak dengan memberi tebakan basi dan ngaco.
“Ah, kamu murung aja. Saya jadi ingat tebakan nih. Hoi, apa bedanya pemurung dan pemuluuuung??” Tere dengan semangat memberi tebakan.
Ina, Dewi dan Vita yang ngegerombol sama dia menjawab kompak : “Pemurung adalah orang yang tidak pernah merasa gembira, sedangkan pemulung adalah olang yang tidak pelnah melasa gembila…!”
“Yah, kok tau sih??”
“Iyalah, dari kemarin kan kamu udah ngasih tebakan itu!”
Niz jadi tertarik. Dia menghampiri mereka berempat.
“Coba tebak nih yaa… apa yang kalo pagi di dapur, kalo siang nangkring di pohon mangga?”
“Apaan? Emang ada?” Tanya Dewi.
“Ada dong.”
“Jawabannya apa?” desak Ina penasaran.
“Panci .”
“Kok panci?”
“Ya terserah dong. Panci panci saya kok…” ujar Niz kalem lalu kembali ke tempatnya.
“Wuuu…”
***
Esoknya nggak berubah seperti kemarin. Malah lebih parah, anak-anak sudah nggak ada yang minat main tebak-tebakan. Boro-boro main tebak-tebakan, bisik-bisik sama ketawa aja udah males.
Pada pelajaran kedua, biologi, bu wali kelas membawa anak baru. Namanya Ria. Langsung didudukkan di sebelah Niz,yang kebetulan penghuninya lagi nggak enak badan komplikasi panu.
“Hi! Enjoy your new class, and I am Niz, your new good and pretty friend!” Niz langsung memperkenalkan diri, sok nginggris dikit, padahal pelafalannya masih belepotan.
“Aku, Ria.” Ria dengan kalem memperkenalkan singkat dirinya, kemudian dengan tekun mengikuti pelajaran yang tengah berlangsung.

Pas istirahat, baru deh ketahuan kedok Ria yang sebenarnya. Anaknya nggak bisa diam banget. Berhubung Niz yang duduk disebelahnya, jadi mau nggak mau harus meluangkan telinganya untuk mendengar ocehan Ria. Padahal jangankan minat untuk ngobrol, mendengarkan saja udah males banget.
“Ya ampun, liat orang itu saya jadi ingat sama pacar saya yang dulu…sama-sama cowok soalnya. Dan juga…”
“Ehm, Ria, bisa nggak, nggak ngomongin orang gitu?” Niz menyela pembicaraan Ria. “Saya takut jadi ikut ngomongin orang juga…”
“Oh iya, saya lupa. Ini bulan puasa ya. Makasih udah ingatkan. Kalo kucing boleh kan? Kucing tetangga saya waktu di rumah lama itu, lucu banget. Masa punya empat kaki? Tapi pemiliknya itu lho. Sombong banget. Baru segitu aja udah sombong sampe segitunya. Huh. Trus…”
Ya ampun! Niz lebih memilih untuk kembali menekuni buku biologi yang sempet-sempetnya dibuka dalam waktu istirahat.
Pulang sekolah, Niz pulang naik bus kota bareng Ria, karena setelah ditelusuri menggunakan jasa pet detective, rumah Ria ternyata searah sama rumah Niz.
Di bus, mereka berdua syukur Alhamdulillah, dapat tempat kosong. Jadi bisa duduk manis memandangi pemandangan jalan yang berdebu. Ria kembali mengoceh nggak berhenti-berhenti kecuali kalo kepalanya kejeduk akibat dari ulah supir yang rada ugal-ugalan.
“Oh ya, Niz. Kita ke mall yuk?”
“Ke mall?” ulang Niz. Sebenernya males banget, pengen langsung ke rumah dan leyeh-leyeh sampai waktu berbuka puasa.
“Iya, ke mall. Kemaren saya lihat baju bagus banget. Tenang aja, saya beliin kamu sesuatu deh!”
Wow, bakal dibeliin nih! Sorak Niz dalam hati. Tapi…siang ini panas banget. Enaknya sih di rumah, tidur siang sampai magrib.
“Tapi…”
Dan Ria kembali membujuk Niz, dan akhirnya, entah bagaimana caranya, mereka berdua turun di depan sebuah mall.
Di dalam mall, naluri shopaholic Ria menjadi-jadi. Dengan semangat ’45, anak itu menyeret Niz yang lemes mengobrak abrik toko-toko baju. Seakan nggak puas di satu toko, dia kembali mangajak Niz keluar masuk toko. Nggak dapat yang dia cari, malah kembali ke toko pertama. Niz keki berat. Kemudian, Ria ngajak muter-muterin mall, nyari barang baru.
Setelah kaki Niz rasanya mau patah saking pegelnya menemani Ria belanja, Ria memenuhi janjinya pada Niz. Dia membelikan Niz beberapa aksesori rambut dan sebuah topi keren.
“Oh my god, Niz. Kamu lemes banget. Ayok kita makan dulu. Saya traktir,”
“Tapi, saya kan puasa!”
“Nggak. Kamu kelihatan lemes, saya takut kamu malah jadi sakit. Ayolah.” Ria terus membujuk.
Niz mikir. Dia emang udah lemes dan nyaris dehidrasi. Terus dia juga membayangkan suasana buka puasa di rumahnya. Bapaknya kerja, kalo buka puasa di luar. Ibunya juga orang sibuk. Sedang adiknya, si Lili suka nggak peduli sama Niz.
Sedangkan Ria terus membujuk sampai bibirnya kering. Dan akhirnya Niz terbujuk rayuan pulau kelapa si Ria, dan sekarang harus tabah kembali diseret Ria masuk ke food court.
***
Sampai di rumah sudah sore. Bentar lagi azan magrib menggema.
“Niz, kamu dari mana saja? Itu ibu udah bikinin kamu pudding mangga. Kata Lili, kamu paling suka makan mangga.” sambut ibunya di dapur.
“Yoyoy, Niz. Tadi Lili ke supermarket sama ibu, Lili beliin cokelat tuh, di meja.” tambah Lili.
Niz melirik ke meja makan. Benar saja, sebatang cokelat Cadbury kesukaannya bertengger manis disitu.
Tak lama, bapaknya datang. Membawa ayam goreng Kentucky, lagi-lagi kesukaan Niz.
“Lho, bapak tumben pulang cepat?”
“Sekali-sekali nggak apa-apa dong. Pengen buka puasa di rumah,” kata bapak. “Kalian semua masih puasa kan?”
“Masih dong!” sambar Lili cepat.
Sedangkan Niz tentu saja nggak ngaku kalo puasanya batal. Ya Allah, nyesel banget dia hari ini.
Azan magrib berkumandang. Tapi Niz nggak menyerbu meja makan dengan semangat seperti Lili. Dia mengeluarkan hapenya, menelpon Ria.
“Sialan kamu, Ria!!!”
Lalu cepat-cepat dimatikan hapenya.

tak kenal maka tak sayang

Tak kenal maka tak sayang.
Maka kenalilah saya, lalu sayangilah saya. Jhahaha. Maunya.
Pokoknya, kali ini saya mau membahas tentang saya. Let’s talk about me…yeah! \m/
Nama saya Anisa Tri Hutami. Lahir dengan selamat diiringi eongan kucing yang sengaja nongkrong di tengah malam buta di luar rumah sakit tanggal 26 Oktober 1995. Jadi umur saya tujuh belas tahun sekarang…yah dikurangi dua tahun dong (hayo, ada yang mau protes? hehe).
Hobi saya banyak. Termasuk iseng itungin kecebong yang berkeliaran. Tapi itu dilakukan kalo benar-benar nggak punya kerjaan. Yang utama sih hobi saya adalah membaca (termasuk membaca majalah dari tahun kapan tau deh) juga menulis. Ini sih gara-garanya ya membaca itu tadi. Baca-baca tulisan orang, lama-lama jadi pengen tulisanku yang dibaca. Meski belum pernah ada karyaku yang masuk museum atau majalah apapun, termasuk majalah dinding atau majalah tembok, lantai, atap dan sebagainya. Hanya beredar jadi file di computer. Tapi lumayanlah, waktu ngikut lomba cerpen pas kelas 2 esempe, menang juara 2. Lah, ngelantur.
Terus…grup band favorit... please welcomeee… THE CHANGCUTERS!!! \m/ \m/
Yeah! Saya emang fans berat band gokil satu ini. Tanya aja sama teman-teman kelas 3 esempe, bagaimana gilanya saya akan mereka. Ini bikin kakakku protes. Katanya, “sudah dibilang racun…masih aja suka!!” haha. Tapi saya berhasil membuat kakakku yang satunya jadi suka sama lagu The Changcuters yang Mr. Portal. Kenapa bisa ngefans? Hihihi, nggak tau ya, yang jelas waktu pertama kali ngeliat, malamnya langsung kebayang-bayang sama tingkah vokalisnya yang bener-bener kayak cacing kepanasan. Trus, setelah diteliti pake mikroskop, ternyata muka gitarisnya cakep. Ya si qibil sama alda itu. Drummernya juga manis, kangmas Erick Nindyoastomo. Ah, kalo mau didaftar kegilaan saya akan mereka, nggak abis-abis deh. Jadi sebelum terlanjur kebanyakan ngoceh, udahan dulu tentang The Changcuters-nya. Nanti disambung lagi. (nggak janji ya!)
Sekarang ngomongin sodara. Saya adalah anak tunggal dari tiga bersaudara. Kakak saya dua, cowok. Yang satu sukses kuliah jadi penerusnya popeye the sailorman. Namanya gatot nugroho ahmadani. Trus yang kedua, sedang meniti karir di kampus kedokteran gigi unissula semarang. Padahal giginya sendiri juga rajin banget…bolongnya. Hahaha. Namanya widhi vierra versi cowok. Bukan ding. Widhi satrio nugroho.
Apalagi? Oh ya…cita-cita. Sebenarnya sampai sekarang saya belum menemukan cita-cita yang cocok buat saya. Mau jadi astronot, nggak bisa terbang. Mau jadi pelaut, nggak bisa berenang. Mau jadi dokter, nilai IPA-ku payah. Mau jadi koki, nggak bisa masak. Mau jadi presiden, ntar disirikin temen-temen. Udahlah, pokoknya sekolah aja. Kalo udah terlanjur pinter kan lumayan. Bisa bantu-bantu ibu nyuci piring. (apa hubungannya? Cari aja sendiri!)
Untuk sementara, itu dulu. Nanti disambung lagi kapan-kapan. Kalo ada yang masih penasaran, hubungi saya di nomor telepon yang tidak tertera di layar komputer anda. Password-nya : “halo…utang kamu belum lunas!”

Senin, 02 Agustus 2010

suci = sucong = songong

Ini dia sang additional player di Walla (karena dia rada gimana gitu kalo namanya dimasukkan jadi anggota Walla. Lagian siapa juga yang nekat mau masukin?), atau kerennya sekarang saya berinama Wallanistilicious.
Nama aslinya adalah Suci Ristiya Nurjannah. Lumayan bagus yah. Tapi akrabnya dipanggil Sucong, alias Suci Pocong. Kejam sekalii…tapi yang namain bukan saya, karena menurut penuturan sumber-sumber yang sama sekali nggak bisa dipercaya dan memang jangan dipercaya, dia sudah menyandang nama keren itu dari jaman masih pake putih-merah. Jaman es-de gitu loooohhh….dan keterusan sampai esempe, dan makin menjadi sejak dia nekat ngegabung bareng Walla.
Si Nyonya Sucong ini memang tragis nasibnya. Dari dulu selalu disisihkan dari pergaulan teman-teman, karena rada yah..kulitnya emang lebih gelap dari orang jawa kebanyakan. Mandi pake arang kali ya. Terus kelas 2 dia mainnya sama Vitrop, tapi selalu jadi bahan ejekan yang nggak abis-abis.
Karena kelas 3 Vitrop mainnya sama saya dan Lala, maka mau nggak mau dia ngikut juga main bareng. Ih, kayak kutu beras. Ngikut kemana-mana. Tapi mau disuruh pulang juga kasian, kan belum bel pulang. Lagian anak ini kalo main selalu dilecehkan mulu. Kasian deh. Jadi daripada dia ngorek-ngorek tempat sampah, marilah kami yang baik hati ini menyilakan makhluk item ini bergabung dengan kita-kita. Apakah pada akhirnya nasib Sucong bakalan seindah kisah Cinderella sodara-sodara? Oh ternyata tidak, sama sekali tidak, bahkan kalau boleh kejam malah lebih buruk dari perlakuan teman-teman sebelumnya. Kalo istilah kerennya sih, lepas dari mulut buaya masuk ke mulut baunya sang harimau.
Dimulai dengan penggantian nama, dari suci, sucong kemudian yang terakhir Songong. Apakah dia songong? Nggak juga tuh. Jadi kenapa dipanggil songong? Hihihi, karena bunyinya hampir mirif dengan nama keren sebelumnya. Lagian ni anak suka songong beneran, kalo udah ketemu temannya si Wendy, yang dengan dodolnya mau aja jadi temannya si Songong, pasti lupa daratan. Lupa kasih uang tip sama kita-kita yang udah menemaninya dengan meledek dia abis-abisan sepanjang hari (jelas aja dia kabur!).
Oh ya, dari tadi ngomongin kisah tragis, tapi apanya yang tragis dari nasib makhluk ini? Yah, dari awal aja namanya udah diganti dengan panggilan yang tidak mengenakkan hati, nasibnya di lingkungan pergaulan yang selalu aja dapat kursi cadangan (maksudnya, bila udah bener-bener nggak ada orang yang bisa diajak ngobrol, barulah makhluk ini jadi teman ngobrol paling ga enak), dan terakhir jadi bahan ledekan ga abis-abis dari Walla. Contohnya gini.
“Eh, gotnya item banget deh.”
“Iya neh, pasti abis diceburin sama si Songong, pake main sepanjang hari, air gotnya ketularan deh.”
“Hei, liat! Ada teman masa kecilnya Songong!” (nunjuk kecebong yang berenang-renang ke tepian, di rawa samping perpus)
“hiii, abis pulang dari neraka gue.”
“Neraka apaan? Rumahnya songong?”
“Suci kau mau pulang yah? Kan rumahmu disana!” (nunjuk tumpukan sampah)
Dan masih banyak lagi cerita tentang ledekan yang keren ini.
Tapi anehnya, meskipun diledek dengan kata-kata yang kejam, tetep aja ni anak betah nongkrong bareng kita-kita, berjam-jam lamanya, dan dengan pasrah ikut tertawa juga. Dasar songong. Mungkin batinnya berkata, ya sutralah daripada benjol digebukin. Nasib, nasib, nasib, nasib.
Malangnya kau Suci alias Sucong alias Songong!!

perkenalan sama guru baru

Hmm, guru baru, apalagi yang masih muda, seger dan baru lulus kuliah, biasanya nggak galak-galak amat dan masih malu-malu kalo ngajar. Seperti juga guru baru yang nyelonong masuk ke kelas Niz.
Nama gurunya, Renny Larasati. Ngajar matematika. Alhamdulillah, batin Niz. Guru matematikanya kayaknya nggak galak deh. Orangnya asli jawa, berperawakan kecil (teman-teman sekelas rata-rata lebih tinggi dari si guru baru), suaranya pelan dan hanya disetel pada volume terendah sepertinya. Jadi Niz dan kawan-kawan harus pasang telinga baik-baik untuk dengar perkenalan darinya. Namanya juga hari pertama, jadi diisi dengan berbasa yang sangat basi, tidak langsung diisi dengan hitung-hitungan menyengsarakan otak.
Tapi sia-sia usaha Niz dengan pasang telinga baik-baik. Suara guru barunya ini tertelan sama keriuhan yang diciptakan dengan penuh kesadaran oleh teman-teman dari spesies cowok. Nggak ngehargain amat.
“Hmm, ada yang mau ditanya lagi?” Bu Renny mempersilahkan dengan hormat murid-muridnya untuk ngorek-ngorek lebih jauh.
“Status! Status! Single apa single parent!” teriak yang di pojok. Ah, mentang-mentang guru baru jadi seenaknya aja pertanyaannya. Coba kalo yang masuk guru senior bertampang dingin. Wiw. Beku.
“Nomor hape!”
“Nomor sepatu?”
“Alamat!”
“Status…” muka si guru baru memerah. “Single dong. Ada yang tertarik?”
“Wuuu…!!” seru yang cowok keki.
“Berlebihan. Nomor hape, ah itu terlalu privasi. Ga usah ya. Ada yang kecewa? Kalo nomor sepatu…emang ada yang mau ngebeliin saya sepatu? Alamat, yang di jawa apa yang di Sorong?”
“Yang di amerika deh pastinya.” Ujar yang di bagian tengah sedikit keki.
“Kalo yang di Sorong, tuh di depan situ.”
“Yang di jawa?” Tanya cowok yang mukanya jawa banget. Joko namanya.
“Di Klaten. Mau main kesana?”
Bu guru itu langsung ngomong ngomong dan ngomong. Mengenai kuliahnya yang biasa aja, sampai cita-cita masa kecilnya yang tertunda. Jadi astronot, katanya. Mengenai dirinya yang baru kali ini menginjak tanah Sorong, tambah kerinduan akan kampung halaman. Semuanya deh. Tapi cerita itu lagi-lagi tertelan sama keributan dari makhluk-makhluk cowok yang malah asyik ngerumpi kesana kemari layaknya ibu-ibu PKK lagi arisan.*What? Ibu-ibu?*
Kemudian, dengan niat tulus ikhlas pengen tau lebih jauh tentang murid-muridnya yang manis-manis ini, bu Renny mulai mengabsen dan nanya darimana asalnya.
“Aji Wahyu Setianto?”
Yang punya nama angkat tangan. Untung nggak angkat barbell. Kan berat.
“Asalnya?”
“Dari…dari…Jawa bu!”
“Oh… lanjut ya. And..and…?? gimana nih bacanya?” Bu Renny nanya sama yang duduk di depan.
“Bambang, bacanya bu!” sahut yang ditanya ngasal.
“Andre bu!” sahut yang dibelakang, empunya nama.
“Oh iyah, maaf. Andrew…euh, Putt..ti..leihalat?” Bu Renny tampak kewalahan dengan namanya, yang sebenernya sih nggak susah-susah amat dibaca. Tapi yah…namanya juga orang yang baru nginjak tanah timur. Nama-nama marga seperti itu jarang ditemui di tempat asalnya.
Kemudian lanjut terus…
“Soni P. Butar-Butar?” Bu Renny balik badan sambil nutup mulutnya pake daftar absen. Mau ngakak sepuas-puasnya. Wah. Penghinaan.
Usai membaca daftar absen dengan penuh perjuangan, maklum, teman-teman Niz namanya ajaib-ajaib dan panjang-panjang, bu Renny kemudian menyuruh semua siswa mengeluarkan selembar kertas kosong. Ulangan? Ih mana mungkin. Belajar aja belum. Masa iya ulangan tentang nama-nama siswa? Nggak ada hubungannya dengan matematika…tapi berhubungan dengan fisika. Halah.
“Oke. Diantara kalian, siapa yang suka matematika?”
Nggak ada yang angkat tangan.
“Saya suka kok. Tapi kalo nggak ada gurunya,” ujar Niz.
“Kalo yang nggak suka?”
Nggak ada yang angkat tangan. Pada nggak mau ngaku.
“Baiklaaah. Kalo gitu, tuliskan di kertas kosong, pendapat kalian tentang matematika, juga saran kedepannya gimana. Ini bisa buat referensi saya dalam mengajar.”
Niz yang hobi ngarang dengan pensil yang sehitam arang, sampai nggak sadar tangannya dikitik-kitik sama semut rang-rang, kesenengan. Selembar kertas diisiinya penuh dengan kata-kata dan bukan gambar apalagi animasi. Iyalah. Sampai-sampai diceritakan juga pengalaman nggak mengenakkan sama anjing tetangga di mulut gang. Hii, nggak nyambung. Tapi biarkanlah nggak nyambung, seenggaknya Niz bahagia dengan cara itu. Halah.
Lalu saat tiba masanya kertas-kertas itu dikumpul, Bu Renny segera berkeliling kelas, merebut paksa kertas-kertas dari tangan murid. Sebagian menyerahkan dengan tulus ikhlas, sisanya masih berusaha buat nutupin.
Niz menyerahkan dengan rela tulisan tangannya yang awut-awutan. Meski hobi ngarang, tapi Niz nggak pernah bisa bikin tulisannya rada bagusan dikit. Bahkan cakar ayam pun masih jauh lebih jelek dari tulisannya. Mana tulisannya kecil-kecil dan rapat, dan hampir seluruh kertas ditulisinya dengan semangat ’45.
“Ya ampun. Panjang sekali. Seperti kereta api mainan anak-anak,” gumam Bu Renny. “kamu cocok jadi penulis…kwitansi.”
Niz nyengir di bangkunya.

nggak nyangka sama sekali

Kali ini saya mau cerita tentang hasil kelulusan di SMP saya tercinta, SMP Negeri 5 Sorong yang kadang suka ada sapi iseng nyelonong masuk dan bermain-main dengan gembiranya di lapangan berawa yang luasnya amit-amit, yang sejauh mata memandang isinya hamparan kangkung menghijau yang sedap kalo ditumis.
Waktu itu, tanggal 7 Mei 2010, tanggal yang pasti udah dibuletin pakai spidol merah di tanggalan siswa masing-masing, karena menjadi hari pengumuman dari hasil ujian nasional yang udah dilaksanakan tanggal 29 April itu. Seperti biasa, saya datang pagi-pagi. Bukannya kesambet setan rajin, atau mau bantu-bantu pak satpam bukain gerbang, tapi memang inilah kegiatan saya bersama geng Walla. Datang pagi-pagi Cuma untuk ngobrol gila-gilaan dan bikin rusuh sekolahan yang masih sepi. Sampai di sekolahan yang sepi, saya punya inisiatif untuk mengunjungi samping perpustakaan yang emang udah jadi markas besar Walla, tempat paling asyik untuk ngobrol gila-gilaan sambil ngeliatin cebong yang suka malu-malu numpang lewat (disamping perpus ada rawa-rawa.ugh, sekolah rawa!). Benar saja, si Lala (nama disamarkan, takut dianya jadi tenar tiba-tiba. Kan kalo dia lebih tenar saya rugi! Tapi teman-teman saya pasti tau kok siapa makhluk gokil nan manis ini) udah ngejogrok sendirian sambil…ngangkang? Bukan. Lagi asyik dengerin lagu lewat hapenya. Udah deh, saya ikutan duduk disampingnya, beralas lantai semen yang kotor, yang sela-selanya sudah ditumbuhi rumput. Lalu kami mulai larut dalam obrolan tentang Justin Bieber yang jauh-jauh hari sudah diproklamirkan Lala sebagai selingkuhannya. Wiw. Alda-alda aja ni anak.
Tiba-tiba saya ngerasa ada aura mistis bergelora di belakang saya. Dengan takut-takut, saya menepuk pundak Lala yang masih asyik ngoceh. Secara bersamaan dan takut-takut, kami menoleh ke belakang.
“Waaaakkk!!!” (teriak histeris tanda lebay :P )
Dan ternyata firasatku bener. Saat kami berbalik, tampak sesosok makhluk serem karena lebaynya bernama Vitrop (nama disamarkan. Takut kalo Fitri Tropika jadi jantungan kalo ada yang lebih lebay dari dia).
“Ugh, lebay.” Sungutnya. Yeee. Lebay teriak lebay. Asal nggak alay aja siiiih….hehehe.
Bertemunya tiga sobat ini lantas memancing huru-hara dan keributan di samping perpus.
Kemudian, karena matahari naik tinggi dan acara sudah mau mulai, kami pindah tempat ke depan aula. Ah dasar sial. Bukannya dapat pencerahan atau apa, kami malah disuruh beres-beres aula yang dekilnya amit-amit, sisa perpisahan kemarin.
Selagi mereka berdua asyik beres-beres aula, saya dipanggil sama pak kepseknya. Beliau bilang kalo saya nggak lulus nggak apa-apa. Ikut ujian ulang. Degh! Aduh, apa-apaan nih pak kepsek? Nakut-nakutin! Setelah diwanti-wanti begitu, saya kembali ke aula meneruskan pekerjaan, tapi dengan wajah sedikit muram.
Tak lama, karnaval orang tua siswa mulai berdatangan, karena acara akan dimulai. Tapi dalam keumunan wali murid itu saya nggak ngeliat ibu yang emang sudah bilang nggak bakal datang karena ada kerjaan di sekolahnya sendiri. Ibuku emang guru, yang sekarang ini naik pangkat jadi pelaksana harian kepala sekolah berhubung kepala sekolahnya udah pensiun.
Muka para siswa yang mulanya tampak cerah mulai kusut dan takut-takut ketika acara demi acara berlangsung. Nggak terkecuali Vitrop, yang mukanya udah bener-bener belipet tujuh saking deg-degannya. Meski mukaku dan si Lala tampak raut wajah deg-degan, tapi kami lebih memilih main sama adeknya si Lala yang ngikut emaknya. Kami nggak meratiin si Vitrop. Buat apa coba? Nggak ada untungnya.
Acara berganti acara, dan secara tak sengaja aku melihat ibu dengan motor matik itemnya masuk ke gerbang sekolah. Loh, kok datang? Katanya banyak kerjaan? Wah, bolos nih.
Kemudian acara yang paling penting, setidaknya menurutku begitu, karena ini klimaksnya. Pembacaan undang – undang dasar. Eh, bukan. Pengumuman 10 peringkat teratas. Saya mulai nervous disini.
Deg..deg..deg..gedubrak..brak…bruk..jder..k-booom..!! (sontrek buku jatuh + petir +bom)
Jantungku berdegup keras, seperti gebukan drumnya mas Erick Nindyoastomo sang drummer changcuters pas lagi main lagu racun dunia bagian intronya. Hha.
Dan…coba tebak. Saya ternyata bukan peringkat tiga, lima, sepuluh, atau delapan. Hiks. Padahal udah ngarep nih. Tapiiiiiiiii….peringkat SATU! Wiw, gimana nggak pengen loncat pagar nyebur jurang??
Euphoria pun berlanjut. Usai maju untuk menerima piagam penghargaan Kalpataru (nggak nyambung!), saya loncat-loncatan bareng Walla. Tapi sayangnya, nggak bisa terlalu gila-gilaan karena hujan deras sialan yang tega-teganya bercucuran saat gembira begini.
Sampai di rumah, ibu bilang kalo ibu tuh datang karena diberitahu sama pak kepsek, buat datang. Kata ibu, suara mister Arif sengaja dibikin penuh misteri, biar kesannya gimana gitu. Hahaha. Biarlah. Yang penting saya senang plus nggak nyangka banget!!!! Gimana nggak, waktu kelas tiga kan saya lagi hobi-hobinya main sama Walla, belajarpun pake acara becanda…hehehehehehehe. :D

marhaban ya ramadhan

Marhaban ya Ramadhan…
Nggak kerasa bentar lagi puasa. Waktu rasanya cepat sekali berlalu. Rasanya baru kemarin lebaran tahun 2009, eh sebentar lagi udah mau puasa lagi, lebaran lagi.
Jujur deh, saya senang mau puasa, karena ya itu, lebarannya. Salah ya. Harusnya senang udah mau bulan Ramadhan karena puasanya, karena berkahnya. Jujur lagi deh, suka berat rasanya kalo lagi menjalankan ibadah puasa. Rasanya pengen cepat-cepat maghrib aja, biar bisa makan sebanyak-banyaknya.
Dengan ini saya juga mau minta maaf kepada siapapun yang udah saya sakiti dengan perbuatan maupun dengan salah-salah kata, entah memang disengaja atau tidak. Terutama si Suci alias Sucong alias Songong. Kejam deh, kalo diingat-ingat ledekan nggak berperi kemanusiaan yang dengan nggak rela diterimanya mentah-mentah (siapa juga yang rela coba??hihi). Mohon dimaafkan, ya.
Pokoknya, marilah kita beribadah di bulan penuh berkah ini dengan hati yang lapang. Dengan hati yang bersih, agar puasa semakin berasa manfaatnya. Jangan sampai niat yang baik pengen bepuasa, dikotori dengan dendam kesumat. Mending diselesaikan dan memaafkan deh.
Sekian dari saya, selamat mejalankan ibadah puasa!!

dokumen rahasia CIA

Sebuah dokumen berklasifikasi sangat rahasia (TOP SECRET) bocor ke tangan wartawan. Dokumen ini adalah laporan CIA kepada Pentagon yang sebenarnya akan diteruskan ke Gedung Putih.
Menurut dokumen tersebut, setelah Irak, Indonesia akan menjadi sasaran berikutnya. Tapi, intel-intel CIA yang lebih dahulu diterjunkan ke Indonesia, menyimpulkan bahwa jika diteruskan maka perang tersebut akan menjadi sangat mahal biayanya dan dipastikan AS akan menderita banyak kerugian.
Ini isi dokumen yang telah diterjemahkan unofficial ke dalam bahasa Indonesia :
Kepada Yth.
Kepala Staf Gabungan Jenderal Richard Myers
Tembusan : Direktur CIA
Rencana penyerangan ke Indonesia sebaiknya dipertimbangkan lagi mengingat mahalnya biaya yang akan timbul dari peperangan tersebut. Berikut data-datanya:
Begitu memasuki perairan, armada ketujuh kita akan dihadang pihak Bea Cukai karena membawa masuk senjata api dan peralatan tanpa surat izin dari pemerintah RI. Ini berarti kita harus menyediakan “uang damai”. Coba hitung berapa besarnya jika peralatan yang dibawa sedemikian banyak.
Kemudian bila kita mendirikan base camp militer, bisa ditebak di sekitar base camp pasti akan banyak dikelilingi tukang bakso, tukang es kelapa, lapak VCD bajakan, sampai obral celana dalam Rp. 10.000 dapat 3. Belum terhitung jika pedagang komidi puter juga ikut mangkal di sekitar base camp.
Kemudian kendaraan tempur serta tank-tank lapis baja yang diparkir dekat base camp akan dikenakan retribusi parkir oleh petugas dari dinas perparkiran daerah maupun preman-preman sekitar. Jika dua jam pertama dikenakan Rp. 10.000 (tariff untuk orang bule), berapa yang harus dibayar pemerintah AS jika kendaraan harus parkir sebulan atau setahun lebih seperti di Irak sekarang ini.
Belum lagi pengusaha parkir swasta yang bisa melobi Gubernur Fauzi Bowo untuk menaikkan tariff parkir. Lobi itu sangat mulus karena salah satu komisaris di sebuah perusahan parkir terbesar di Jakarta itu adalah mantan pejabat tinggi.
Belum lagi sepanjang jalan menuju base camp kita harus menghadapi para “Pak Ogah” yang berlagak mengatur jalan sambil memungut biaya dari kendaraan yang memutar. Bisa dibayangkan berapa recehan yang harus disiapkan jika harus melakukan operasi tempur menuju pusat-pusat musuh seperti Cilangkap. Dari Tanjung Priok (pelabuhan tempat kapal induk merapat dan lokasi pasukan mendarat) ke Cilangkap saja ada beberapa pertigaan, perempatan dan putaran.
Suatu kerepotan besar juka rombongan pasukan harus berkonvoi. Karena konvoi yang berjalan lambat pasti akan dihampiri para pengamen dan anak-anak jalanan. Ini berarti harus mengeluarkan recehan lagi.
Belum lagi jika di jalan bertemu polisi bokek, udah pasti kena semprit karena konvoi tanpa izin terlebih dahulu. Bayangkan berapa uang damai yang harus dikeluarkan untuk polantas-polantas itu.
Itu baru polentas, Pak Myers. Belum petugas DLLAJ. Anda harus melihat sendiri bagaimana mereka beraksi. Kendaraan-kendaraan dan tank-tank itu kan belum dikir. Itu pertanda buruk. Setiap kali kir, berapa uang yang harus dikeluarkan untuk membayar yang resmi dan tidak resmi. Belum lagi kalau mau menyerbu KODAM di daerah lain. Kita harus melalui jembatan timbang milik DLLAJ. Siapkan saja uang pelican yang lebih banyak.
Di base camp militer, tentara AS sudah pasti tidak bisa tidur nyenyak, karena banyak nyamuk akibat sangat tidak higienisnya lingkungan sekitar. Ini bisa dibasmi dengan penyemprotan dari dinas kesehatan. Lagi-lagi harus menyiapkan amplop untuk mereka.
Tentara AS juga nggak bisa jauh-jauh dari peralatan perangnya, karena di sekitar base camp sudah mengintai pedagang besi loakan yang siap mempreteli peralatan perang canggih yang kita bawa. Kurang waspada sedikit saja, tank Abrams kebanggaan kita bakal siap dikiloin.
Belum lagi para pencuri kendaraan bermotor yang sudah siap beraksi dengan kunci T-nya bakal merebut jip-jip perang kita yang kalau didempul dan cat ulang bisa dijual ke pasar gelap atau pasar spare part hasil curian ranmor di Cinangka.
Peralatan telekomunikasi kita yang menjadi alat vital dalam pertempuran, juga harus dijaga ketat, karena bandit kapak merah sudah mengincar peralatan itu.
Di samping itu juga ada aturan wajib lapor 1 x 24 jam, dan harus izin RT setempat. Belum RW dan kelurahan. Berapa banyak meja yang harus dilalui dengan amplopan.
Membayangkan ini semua, kami mewakili intel CIA di lapangan sepakat untuk meninjau ulang rencana penyerangan ke Indonesia.

lagu kebangsaan

Mika – Lollipop
Hey, What’s the big idea?
Yo, Mika!
I said sucking to hard on your lollipop
Oh loves gonna get you down
I said sucking to hard on your lollipop
Oh loves gonna get you down
Sucking to hard on your lollipop
Loves gonna get you down
Say love, say love
Loves gonna get you down
Say love, say love
Loves gonna get you down

I went walking with my momma one day
When she told me what people say
Live your life until love is found
‘coz loves gonna get you down
Take a look at the girl next door
She’s player and a downright bore
She’s a slowzer, she wants more
Oh, bad girl get you down

Sing it!
Sucking to hard on your lollipop
Oh loves gonna get you down
Sucking to hard on your lollipop
Oh loves gonna get you down
Say love, say love
Oh loves gonna get you down

Mama told me what I should know
Too much candy gonna rot your soul
If she loves you, let her go
Coz love only gets you down
Take a look at a boy like me
Never stood on my own two feet
Now I’m blue as blue can be
Oh, love only get me down

Sing it!
Sucking to hard on your lollipop
Oh loves gonna get you down
Sucking to hard on your lollipop
Oh loves gonna get you down
Say love, say love
Oh loves gonna get you down

I was walking with my momma one day
When she told me what people say
Live your life until love is found
Or loves gonna let you down

Sing it!
Sucking to hard on your lollipop
Oh loves gonna get you down
Sucking to hard on your lollipop
Oh loves gonna get you down
Say love, say love
Oh loves gonna get you down

Mama told me what I should know
Too much candy gonna rot your soul
If she loves you, let her go
Coz love only gets you down

Love love love love love love love lollipop!
Love love love love love love love lollipop!
Sucking to hard on your lollipon oh loves gonna get you down!

Ini lagu adalah selain kebangsaan saya juga kebangsaan Walla. Jadi kalo ada yang bilang, “hey, what’s the big idea?” lalu dijawab dengan “Yo, Mika!” dan lalu koor yang bikin telinga sakit berkumandang, hahaha. Jadi kayak lagu kenangan gitu deh, kalo denger lagu ini bawaannya inget Walla apalagi si Vitrop.

tetangga belakang

Niz, kalau di sekolah selalu jadi primadona, apalagi kalo pas jam pelajaran sedang berlangsung.
Bukannya apa, tapi Niz ini ibarat kata adalah toko stasioneri berjalan, bisa ngomong dan bisa kentut. Macam pensil, di tasnya selalu ada rupa-rupa pensil. Pensil warna, pensil ujian, pensil yang belum diraut, pensil yang udah tumpul, pensil patah, sampai pensil bulukan yang panjangnya tinggal sesenti. Soal ini, Niz sempat memberi komentar suatu ketika.
“Itu pensil kenangan. Pensil pertama yang saya colong,”
Selain pensil, kalau kalian butuh pena, penghapus, tipeks, rautan, penggaris dan teman sejawatnya, datanglah pada Niz. Dengan muka masam pasti dia akan meminjamkan kok. Hehehe. Nggak kok. Niz dengan senang hati akan meminjamkan, tentu dengan wanti-wanti seperti ini,
“Jangan sampai hilang.”
“Jangan pinjamkan ke orang lain.”
“Jangan sampe lupa kembaliin. Ntar kebawa,”
“Jangan dipake!”
Nah kalau ditanya siapa yang paling sering bikin Niz kesel tentang peminjaman alat tulis ini, jawabannya adalah tetangga belakangnya, siapa lagi kalau bukan Yeyen. Entah sudah berapa pensil dan alat tulis lain yang ilang gara-gara ulah anak ini. Niz jadi kesel banget. Mana kerjaannya tiap menit cuma nusuk-nusuk pinggang Niz, kadang pake jangka malah, buat pinjam macem-macem. Tapi lebih sering nggak dikembaliin. Nggak tau dibawa pulang buat dijual lagi, atau ternyata dia memang kolektor benda curian. Hii.
Seperti kali ini. Niz yang tengah asyik meratiin semut yang merayap di dinding pas di sebelahnya ketika teman-temannya yang lain sibuk dengan angka-angka matematika, dikagetkan dengan tusukan pensil yang diraut tajem banget nggak berperikemanusiaan dari Yeyen.
“Aow!”
“Niz, pinjam penghapus dong!” Tuh kan! Yeyen dengan muka nggak bersalahnya meminta penghapus.
Niz bersungut-sungut sambil membuka tempat pensilnya yang gede banget, mengambil penghapus dan melemparnya ke belakang. Alhamdulillah, jatuh tepat di kepala Randy yang lagi pulas tertidur, yang posisinya di belakang Yeyen. Wah. Pembalasan nih si Niz.
“Ah, ngga ikhlas kamu Niz…” sungut Yeyen.
Gimana bisa ikhlas, coba! Batin Niz keki.
Benar saja, sampai jam pulang, penghapus Niz yang malang tidak kembali ke tangan sang empunya. Nyasar entah kemana.
Esoknya, Niz dengan langkah kaki yang digagah-gagahkan berjalan melenggang memasuki kelasnya. Iyalah, masa kelas adeknya, si Lili? Hihihi. Ada apa gerangan?
“Woy, Niz! Mau jadi polwan ya? Jalan kamu gagah banget!” seru Joko.
“Nggak kok. Mau jadi polisi hutan,” jawab Niz.
“Hihihihi,” kikik si item Joko.
Jam pertama, bahasa Indonesia.
Baru setengah pelajaran berlangsung, pinggang Niz kembali ditusuk-tusuk sama Yeyen.
“Niz, pinjam pena dong!”
“Lihat nih,” ujar Niz tenang sambil menunjuk bagian belakang sandaran kursinya, tepat di depan muka Yeyen.
Yeyen bengong. Disitu tertempel tulisan besar-besar,
“HOBI PINJAM NGGAK HOBI KEMBALIIN, SEJUTA TOPAN BADAI!!!”