Senin, 02 Agustus 2010

tetangga belakang

Niz, kalau di sekolah selalu jadi primadona, apalagi kalo pas jam pelajaran sedang berlangsung.
Bukannya apa, tapi Niz ini ibarat kata adalah toko stasioneri berjalan, bisa ngomong dan bisa kentut. Macam pensil, di tasnya selalu ada rupa-rupa pensil. Pensil warna, pensil ujian, pensil yang belum diraut, pensil yang udah tumpul, pensil patah, sampai pensil bulukan yang panjangnya tinggal sesenti. Soal ini, Niz sempat memberi komentar suatu ketika.
“Itu pensil kenangan. Pensil pertama yang saya colong,”
Selain pensil, kalau kalian butuh pena, penghapus, tipeks, rautan, penggaris dan teman sejawatnya, datanglah pada Niz. Dengan muka masam pasti dia akan meminjamkan kok. Hehehe. Nggak kok. Niz dengan senang hati akan meminjamkan, tentu dengan wanti-wanti seperti ini,
“Jangan sampai hilang.”
“Jangan pinjamkan ke orang lain.”
“Jangan sampe lupa kembaliin. Ntar kebawa,”
“Jangan dipake!”
Nah kalau ditanya siapa yang paling sering bikin Niz kesel tentang peminjaman alat tulis ini, jawabannya adalah tetangga belakangnya, siapa lagi kalau bukan Yeyen. Entah sudah berapa pensil dan alat tulis lain yang ilang gara-gara ulah anak ini. Niz jadi kesel banget. Mana kerjaannya tiap menit cuma nusuk-nusuk pinggang Niz, kadang pake jangka malah, buat pinjam macem-macem. Tapi lebih sering nggak dikembaliin. Nggak tau dibawa pulang buat dijual lagi, atau ternyata dia memang kolektor benda curian. Hii.
Seperti kali ini. Niz yang tengah asyik meratiin semut yang merayap di dinding pas di sebelahnya ketika teman-temannya yang lain sibuk dengan angka-angka matematika, dikagetkan dengan tusukan pensil yang diraut tajem banget nggak berperikemanusiaan dari Yeyen.
“Aow!”
“Niz, pinjam penghapus dong!” Tuh kan! Yeyen dengan muka nggak bersalahnya meminta penghapus.
Niz bersungut-sungut sambil membuka tempat pensilnya yang gede banget, mengambil penghapus dan melemparnya ke belakang. Alhamdulillah, jatuh tepat di kepala Randy yang lagi pulas tertidur, yang posisinya di belakang Yeyen. Wah. Pembalasan nih si Niz.
“Ah, ngga ikhlas kamu Niz…” sungut Yeyen.
Gimana bisa ikhlas, coba! Batin Niz keki.
Benar saja, sampai jam pulang, penghapus Niz yang malang tidak kembali ke tangan sang empunya. Nyasar entah kemana.
Esoknya, Niz dengan langkah kaki yang digagah-gagahkan berjalan melenggang memasuki kelasnya. Iyalah, masa kelas adeknya, si Lili? Hihihi. Ada apa gerangan?
“Woy, Niz! Mau jadi polwan ya? Jalan kamu gagah banget!” seru Joko.
“Nggak kok. Mau jadi polisi hutan,” jawab Niz.
“Hihihihi,” kikik si item Joko.
Jam pertama, bahasa Indonesia.
Baru setengah pelajaran berlangsung, pinggang Niz kembali ditusuk-tusuk sama Yeyen.
“Niz, pinjam pena dong!”
“Lihat nih,” ujar Niz tenang sambil menunjuk bagian belakang sandaran kursinya, tepat di depan muka Yeyen.
Yeyen bengong. Disitu tertempel tulisan besar-besar,
“HOBI PINJAM NGGAK HOBI KEMBALIIN, SEJUTA TOPAN BADAI!!!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar